JAKARTA, SANCA NEWS.COM - Mantan Penasihat Komisi
Pemberantasan Korupsi ( KPK), Abdullah Hahemahua, menilai, pelibatan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) dalam seleksi calon pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai.
Menurut
dia, tidak ada hubungannya antara terorisme dan pemberantasan korupsi.
"Ada
something wrong di pansel. Sebab, alasan untuk teroris dan komisioner KPK apa
urusannya? Jadi saya anggap pansel salah paham, gagal paham," ucap
Abdullah di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6).
Ia pun
mengaitkan pelibatan BNPT dengan kasus penyerangan penyidik KPK, Novel
Baswedan.
"Apakah karena ada Novel Baswedan yang
mencoba untuk membongkar megakorupsi di kalangan pejabat tinggi sehingga
dianggap dia sebagai radikal, sehingga kemudian pansel harus berkonsultasi
dengan BNPT seperti itu?" ucap Abdullah lagi.
Ia
menyebut, selama 8 tahun berada di KPK, tidak ditemukan adanya radikalisme.
Abdullah menegaskan bahwa selama ini yang dilakukan KPK, yakni menangkap para
koruptor, tidak ada yang mencerminkan radikalisme.
"Oleh
karena itu, kalau misalnya sekarang KPK menangkap pejabat-pejabat tinggi
negara, maka kemudian itu adalah bukan karena radikalisme di KPK," kata
dia.
"Maka
itu tidak masuk akal orang mau jadi pimpinan KPK harus diproses dengan
radikalisme. Kalau tidak radikal bagaimana orang mau tangkap penjahat harus
punya jiwa radikal," ucap dia.
Sebelumnya,
Panitia Seleksi (pansel) Calon Pimpinan KPK turut bekerja sama dengan BNPT
untuk mengecek rekam jejak calon.
Ketua Pansel
KPK Yenti Garnasih mengatakan, langkah menggandeng BNPT ini dilakukan karena
melihat pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.
Sumber : Kompas